Minggu, 13 Maret 2011

Cara Abu Nawas Merayu Tuhan

Tak selamanya Abu Nawas bersikap konyol. Kadang-kadang timbul kedalaman hatinya yang merupakan bukti kesufian dirinya. Bila sedang dalam kesempatan mengajar, ia akan memberikan jawaban-jawaban yang berbobot sekalipun ia tetap menyampaikannya dengan ringan.
Seorang murid Abu Nawas ada yang sering mengajukan macam-macam pertanyaan. Tak jarang ia juga mengomentari ucapan-ucapan Abu Nawas jika sedang memperbincangkan sesuatu. Ini terjadi saat Abu Nawas menerima tiga orang tamu yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Abu Nawas.
“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” ujar orang yang pertama.
“Orang yang mengerjakan dosa kecil,” jawab Abu Nawas.
“Mengapa begitu,” kata orang pertama mengejar.
“Sebab dosa kecil lebih mudah diampuni oleh Allah,” ujar Abu Nawas. Orang pertama itupun manggut-manggut sangat puas dengan jawaban Abu Nawas.
Giliran orang kedua maju. Ia ternyata mengajukan pertanyaan yang sama, “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” tanyanya.
“Yang utama adalah orang yang tidak mengerjakan keduanya,” ujar Abu Nawas.
“Mengapa demikian?” tanya orang kedua lagi.
“Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu pengampunan Allah sudah tidak diperlukan lagi,” ujar Abu Nawas santai. Orang kedua itupun manggut-manggut menerima jawaban Abu Nawas dalam hatinya.
Orang ketiga pun maju, pertanyaannya pun juga seratus persen sama. “Manakah yang lebin utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” tanyanya.
“Orang yang mengerjakan dosa besar lebih utama,” ujar Abu Nawas.
“Mengapa bisa begitu?” tanya orang ktiga itu lagi.
“Sebab pengampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba-Nya,” ujar Abu Nawas kalem. Orang ketiga itupun merasa puas argumen tersebut. Ketiga orang itupun lalu beranjak pergi.
***
Si murid yang suka bertanya kontan berujar mendengar kejadian itu. “Mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan tiga jawaban yang berbeda,” katanya tidak mengerti.
Abu Nawas tersenyum. “Manusia itu terbagi atas tiga tingkatan, tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati,” jawab Abu Nawas.
“Apakah tingkatan mata itu?” tanya si murid.
“Seorang anak kecil yang melihat bintang di langit, ia akan menyebut bintang itu kecil karena itulah yang tampak dimatanya,” jawab Abu Nawas memberi perumpamaan.
“Lalu apakah tingkatan otak itu?” tanya si murid lagi.
“Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar karena ia memiliki pengetahuan,” jawab Abu Nawas.
“Dan apakah tingkatan hati itu?” Tanya si murid lagi.
“Orang pandai dan paham yang melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil sekalipun ia tahu yang sebenarnya bintang itu besar, sebab baginya tak ada satupun di dunia ini yang lebih besar dari Allah SWT,” jawab Abu Nawas sambil tersenyum.
Si murid pun mafhum. Ia lalu mengerti mengapa satu pertanyaan bisa mendatangkan jawaban yang berbeda-beda. Tapi si murid itu bertanya lagi.
“Wahai guruku, mungkinkah manusia itu menipu Tuhan?” tanyanya.
“Mungkin,” jawab Abu Nawas santai menerima pertanyaan aneh itu.
“Bagaimana caranya?” tanya si murid lagi.
“Manusia bisa menipu Tuhan dengan merayu-Nya melalui pujian dan doa,” ujar Abu Nawas.
“Kalau begitu, ajarilah aku doa itu, wahai guru,” ujar si murid antusias.
“Doa itu adalah, “Ialahi lastu lil firdausi ahla, Wala Aqwa alannaril Jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzambil adzimi.” (Wahai Tuhanku, aku tidak pantas menjadi penghuni surga, tapi aku tidak kuat menahan panasnya api neraka. Sebab itulah terimalah tobatku dan ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya Kau lah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar).
Banyak orang yang mengamalkan doa yang merayu Tuhan ini.

Kisah Nabi Idris AS Melihat Surga dan Neraka

Setiap hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa saya melihat surga dan neraka?”
“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.
Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.
“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.
“Terus terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan alasannya.
Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan. Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu. Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.
Dengan tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat tampan.
Wajah Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang mulia itu.
Waktu melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona. Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris terpukau  tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris beulang-ulang.
Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak. Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.
Waktu berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.
Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”
“Silahkan minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat dari emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia amat bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu. “Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap syukur berulang-ulang.
Setelah puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.
“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.
“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.
“Tapi Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian. Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.
Firman Allah:
“Dan ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).
***
Pada saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada Jibril yang mendampinginya waktu itu.
“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.

Derita Sakaratul Maut Kerana Mengutamakan Isteri Lebih Dari Ibunya

Di zaman Rasulullah ada seorang pemuda yang bernama Alqomah, ia sangat rajin berIbadah. Suatu hari ia tiba-tiba jatuh sakit yang sangat kuat, maka isterinya menyuruh orang memanggil Rasulullah dan mengatakan suaminya sakit kuat dan dalam naza sakaratul maut. Apabila berita ini sampai kepada Rasulullah, maka Rasulullah menyuruh Bilal RA, Ali RA, Salamam RA dan Ammar RA supaya pergi melihat keadaan Alqomah. Apabila mereka sampai ke rumah Alqomah, mereka terus mendapatkan Alqomah sambil membantunya membacakan kalimah La-ilaa-ha-illallah, tetapi lidah Alqomah tidak dapat menyebutnya.
Ketika para sahabat mendapati bahwa Alqomah pasti akan mati, maka mereka menyuruh Bilal RA supaya memberitahu Rasulullah tentang keadaan Alqomah. Apabila Bilal sampai dirumah Rasulullah, maka bilal menceritakan segala hal yang berlaku kepada Alqomah. Lalu Rasulullah bertanya kepada Bilal; "Wahai Bilal apakah ayah Alqomah masih hidup?" jawab Bilal RA, " Tidak, ayahnya sudah meninggal, tetapi ibunya masih hidup dan sangat tua usianya". Kemudian Rasulullah SAW. berkata kepada Bilal; "Pergilah kamu kepada ibunya dan sampaikan salamku, dan katakan kepadanya kalau dia dapat berjalan, suruh dia datang berjumpaku, kalau dia tidak dapat berjalan katakan aku akan kerumahnya".
Maka apabila Bilal sampai kerumah ibu Alqomah, lalu ia berkata seperti yang Rasulullah kata kepadanya, maka berkata ibu Alqomah; " Aku lebih patut pergi berjumpa Rasulullah". Lalu ibu Alqomah mengangkat tongkat dan terus berjalan menuju ke rumah Rasulullah. Maka bertanya Nabi SAW. kepada ibu Alqomah; "Terangkan kepada ku perkara yang sebenar tentang Alqomah, jika kamu berdusta niscaya akan turun wahyu kepadaku". Berkata Nabi lagi; "Bagaimana keadaan Alqomah?", jawab ibunya; "Ia sangat rajin berIbadah, ia sembahyang, berpuasa dan sangat suka bersedekah sebanyak-banyaknya sehingga tidak diketahui banyaknya". Bertanya Rasulullah; "Bagaimana hubungan kamu dengan dia?", jawab ibunya; " Aku murka kepadanya", lalu Rasulullah bertanya; "Mengapa", jawab ibunya; "Kerana ia patut mengutamakan aku dari isterinya, dan menurut kata-kata isterinya sehingga ia menentangku".
Maka berkata Rasulullah; "Murka kamu itulah yang telah mengunci lidahnya dari mengucap La iilaa ha illallah", kemudian Nabi s.a.w menyuruh Bilal mencari kayu api untuk membakar Alqomah. Apabila ibu Alqomah mendengar perintah Rasulullah lalu ia bertanya; "Wahai Rasulullah, kamu hendak membakar putera ku didepan mataku?, bagaimana hatiku dapat menerimanya". Kemudian berkata Nabi s.a.w; "Wahai ibu Alqomah, siksa Allah itu lebih berat dan kekal, oleh itu jika kamu mau Allah mengampunkan dosa anakmu itu, maka hendaklah kamu mengampuninya", demi Allah yang jiwaku ditangannya, tidak akan guna sembahyangnya, sedekahnya, selagi kamu murka kepadanya". Maka berkata ibu Alqomah sambil mengangkat kedua tangannya; "Ya Rasulullah, aku persaksikan kepada Allah dilangit dan kau Ya Rasulullah dan mereka-mereka yang hadir disini bahwa aku redha pada anakku Alqomah".
Maka Rasulullah mengarahkan Bilal pergi melihat Alqomah sambil berkata; "Pergilah kamu wahai Bilal, lihat sama ada Alqomah dapat mengucapkan La iilaa ha illallah atau tidak". Berkata Rasulullah lagi kepada Bilal ; "Aku khuatir kalau kalau ibu Alqomah mengucapkan itu semata-mata kerana pada aku dan bukan dari hatinya". Maka apabila Bilal sampai di rumah Alqomah tiba-tiba terdengar suara Alqomah menyebut; "La iilaa ha illallah". Lalu Bilal masuk sambil berkata; "Wahai semua orang yang berada disini, ketahuilah sesungguhnya murka ibunya telah menghalang Alqomah dari dapat mengucapkan kalimah La iila ha illallah, kerana redha ibunyalah maka Alqomah dapat menyebut kalimah syahadat". Maka matilah Alqomah pada waktu sebaik saja dia mengucap.
Maka Rasulullah s.a.w pun sampai di rumah Alqomah sambil berkata; "Segeralah mandi dan kafankan", lalu disembahyangkan oleh Nabi SAW. dan sesudah dikuburkan maka berkata Nabi SAW. sambil berdiri dekat kubur; "Hai sahabat Muhajirin dan Anshar, barang siapa yang mengutamakan isterinya daripada ibunya maka ia adalah orang yang dilaknat oleh Allah s.w.t, dan tidak diterimanya daripadanya Ibadah fardhu dan sunatnya.

Bilal Yang Teguh Iman

Sayidina Bilal (berkulit hitam) adalah di antara 7 orang yang pertama menzahirkan keIslaman secara terangan meskipun diancam oleh kafir musyrik. Apabila mengetahui hambanya, Bilal telah memeluk Islam, tuannya telah menyeksa Bilal dengan memakaikan baju besi dan kemudian dijemur di padang pasir yang sangat panas. Ketika ditanya tentang pegangan agamanya, Bilal tetap mengatakan 'Ahad! Ahad!' (Allah Yang Esa, Yang Esa).
Bilal kemudian diseret hingga ke lereng-lereng gunung tetapi Bilal tetap memperkatakan 'Ahad! Ahad!'. Imannya tidak bergoncang sedikitpun. Melihatkan tidak apa perubahan berlaku dalam diri Bilal, mereka kemudian mempertingkatkan siksaan dengan meletakkan batu besar di atas badannya yang terjemur di tengah kepanasan matahari. Namun tiada ucapan lain yang keluar dari mulut Bilal kecuali 'Ahad! Ahad!' Bilal rela mati daripada menukar pegangan agamanya yang haq kepada yang bathil.
Apabila Sayidina Abu Bakar diberitahu tentang siksa yang dialami oleh Bilal, Abu Bakar terus berjumpa Umaiyah yang sedang menyeksa Bilal dan kemudian meminta Bilal dibebaskan. Sebagai ganti Abu Bakar menyerahkan seorang hamba hitam yang lebih kuat sebagai tebusan. Sebaik saja ditebus, Sayidina Abu Bakar pun membebaskan Bilal dari perhambaan.

Berkat Kejujuran

Syeikh Abdul Kadir semasa berusia 18 tahun meminta izin ibunya merantau ke Baghdad untuk menuntut ilmu agama. Ibunya tidak menghalang cita-cita murni Abdul Kadir meskipun keberatan melepaskan anaknya berjalan sendirian beratus-ratus batu. Sebelum pergi ibunya berpesan supaya jangan berkata bohong dalam apa jua keadaan. Ibunya membekalkan uang 40 dirham dan dijahit di dalam pakaian Abdul Kadir. Selepas itu ibunya melepaskan Abdul kadir pergi bersama-sama satu rombongan yang kebetulan hendak menuju ke Baghdad.
Dalam perjalanan, mereka telah diserang oleh 60 orang penyamun. Habis harta kafilah dirampas tetapi penyamun tidak mengusik Abdul Kadir kerana menyangka dia tidak mempunyai apa-apa. Salah seorang perompak bertanya Abdul Kadir apa yang dia ada. Abdul Kadir menerangkan dia ada uang 40 dirham di dalam pakaiannya. Penyamun itu heran dan melaporkan kepada ketuanya. Pakaian Abdul Kadir dipotong dan didapati ada uang sebagaimana yang diberitahu.
Ketua penyamun bertanya kenapa Abdul Kadir berkata benar walaupun diketahui uangnya akan dirampas? Abdul Kadir menerangkan yang dia telah berjanji kepada ibunya supaya tidak bercakap bohong walau apa pun yang berlaku. Apabila mendengar dia bercakap begitu, ketua penyamun menangis dan menginsafi kesalahannya. Sedangkan Abdul Kadir yang kecil tidak mengingkari kata-kata ibunya betapa dia yang telah melanggar perintah Allah sepanjang hidupnya. Ketua penyamun bersumpah tidak akan merompak lagi. Dia bertaubat di hadapan Abdul Kadir diikuti oleh pengikut-pengikutnya.

Anugerah Kepada Ahli Gusti Negara

Di kota Baghdad ada seorang Sayyid (keturunan Rasulullah SAW.) yang sangat miskin dan mempunyai seorang anak gadis. Ia tidak mempunyai uang untuk mengahwinkan anak gadisnya itu. Oleh itu ia pun membuat satu pengumuman kepada orang ramai bahwa dia hendak beradu tenaga dengan ahli Gusti Negara (Junaid Al-Baghdadi). Dengan perintah raja, perlawanan pun dimulakan. Orang ramai terlalu bimbang sebab Saayyid tidak setanding dengan Junaid.
Sebelum perlawanan Sayyid berkata kepada Junaid: "Wahai Junaid ! Aku tahu engkau adalah seorang ahli gusti yang perkasa. Aku tidak berupaya melawan engkau, tetapi keadaan memaksa aku mengambil keputusan ini. Wahai Junaid, dengarlah kata-kataku ini, aku adalah seorang Sayyid, aku terlalu miskin dan tidak mampu mengadakan majlis perNikahan untuk anak perempuanku. Jika engkau sanggup memberi kemenangan kepadaku dan menerima kekalahan, dapatlah aku menggunakan hadiah-hadiah kemenangan itu untuk perNikahannya. Sebagai balasannya aku akan memohon kepada datukku (Muhammad SAW.) agar memohon pengampunanmu di akhirat kelak."
Kata-kata Sayyid sangat berkesan di jiwanya, ia pun bersetuju. Dalam perlawanan itu orang ramai menjadi terkejut apabila melihat Junaid tewas ditangan seorang yang lemah. Sayyid diberi hadiah dan annugerah oleh Khalifah. Pada malam itu Junaid telah bermimpi bertemu dengan Rasulullha; Baginda berkata kepadanya: "Wahai Junaid! Engkau telah menghormati anak cucuku dan memuliaka derajat seseorang disebabkan ia mempunyai pertalian keturunan denganku dan tidak memperdulikan kedudukan serta kemuliaan dirimu dimata orang ramai. Kerana budimu yang mulia itu, engkau dilantik sebagai Sayyid Al-Tho'efa (pemimpin gusti ahli sufi)."

Abdullah Ibnu Abbas Menjawab Pertanyaan Dari Kaisar Rom

Diriwayatkan bahwa Kaisar Rom menulis surat kepada Ma'awiyah bin Abi Sufyan yang dibawa oleh seorang utusan. Isi surat tersebut: "Beritahukan kepada saya tentang suatu yang tidak ada kiblatnya (pengimaman), tentang yang tidak punya ayah, tidak punya keluarga (ibu-bapa) dan orang yang dibawa-bawa oleh kuburannya. Juga tentang tiga makhluk yang tidak dicipta dalam rahim, tentang sesuatu, setengahnya dan yang tidak terbilang. Kirimlah kepadaku dalam botol suatu bibit (sumber dari segala sesuatu)".

Ma'awiyah RA. kemudian mengirimkan surat dan botol tersebut kepada Abdullah Ibnu Abbas RA., pakar dan tokoh ulama fikah agar menjawab surat itu.

Ibnu Abbas RA. menjawab seperti berikut: "Yang tidak punya kiblat (pengimaman) adalah Ka'bah. Yang tidak punya Ayah adalah Isa AS. Yang tidak punya keluarga (ibu-bapa) ialah Adam AS. Yang dibawa-bawa oleh kuburannya ialah Yunus AS. yang ditelan oleh ikan hiu.

Adapaun tiga makhluk yang tidak dicipta dalam rahim ialah domba Nabi Ibrahim AS., unta betina Nabi Saleh as., dan ular Nabi Musa AS.

Adapun 'sesuatu' itu ialah orang berakal yang menggunakan akalnya. Setengah (separuh) dari sesuatu ialah orang yang tidak berakal tetapi mengikuti pendapat orang-orang yang berakal. Adapun yang tidak terbilang (apa-apa) ialah orang yang tidak berakal dan tidak mau mengikuti fikiran orang-orang yang berakal.

Kemudian, beliau mengisi botol sehingga penuh dengan air dan berkata, "Air adalah bibit (sumber) dari segala sesuatu." Jawaban surat Ma'awiyah dikirimkan kepada Kaisar yang menanggapinya dengan penuh kekaguman.

Amal Yang Membuka Pintu Syurga

Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih awal menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak kerana keperluan di rumah makin besar. Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sesenpun." Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala." "Terima kasih," jawab Ali. Matanya memberat lantaran isterinya begitu tawakkal. Padahal keperluan dapur sudah habis sama sekali. Pun begitu Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.
Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan sholat berjamaah. Sepulang dari sembahyang, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?" Ali menjawab dengan heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?". Orang tua itu mencari kedalam begnya sesuatu seraya berkata: "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar upahnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya." Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.
Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.
Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya kerana Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan." Tanpa berfikir panjang, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.
Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kerana Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan yang menutup pintu syurga untuk kita."

Air Mata Taubat Nabi Adam A.S

Tahukah saudara semenjak Nabi Adam keluar dari syurga akibat tipu daya iblis, beliau menangis selama 300 tahun. Nabi Adam tidak mengangkat kepalanya ke langit kerana begitu malunya kepada Allah SWT. Beliau sujud di atas gunung selama seratus tahun. Kemudian menangis lagi sehingga air matanya mengalir di jurang Serantip.
Dari air mata Nabi Adam itu Allah tumbuhkan pohon kayu manis dan pohon cengkih. Beberapa ekor burung telah meminum air mata beliau. Burung itu berkata, "Sedap sungguh air ini." Nabi Adam mendengar kata-kata burung tersebut. Beliau menyangka burung itu sengaja mengejeknya kerana perbuatan durhakanya kepada Allah. Ini menjadikan
Nabi Adam semakin hebat menangis. Akhirnya Allah telah menyampaikan wahyu yang berbunyi, "Hai Adam, sesungguhnya aku belum pernah menciptakan air minum yang lebih lazat dan hebat dari air mata taubatmu itu."

Allah Maha Pengampun

Di zaman Nabi Musa AS ada seorang fasik yang suka melakukan kejahatan. Penduduk negeri tersebut tidak mampu lagi mencegah perbuatannya, lalu mereka berdoa kepada Allah. Maka Allah telah mewahyukan kepada Nabi Musa AS supaya mengusir pemuda itu dari negerinya agar penduduknya tidak ditimpa bencana. Lalu keluarlah pemuda tersebut dari kampunganya dan sampai disuatu kawasan yang luas, dimana tidak seekor burung atau manusia pun di situ.
Selang beberapa hari pemuda itu jatuh sakit. Merintihlah ia keseorangan, lalu berkata: "Wahai Tuhanku, kalaulah ibuku, ayahku dan isteriku berada di sisiku sudah tentu mereka akan menangis melihat waktu akan memisahkan aku dengan mereka (mati). Andaikata anak-anakku ada di sisi pasti mereka berkata: "Ya Allah, ampunilah ayah kami yang telah banyak melakukan kejahatan sehingga ia diusir dari kampungnya ke tanah lapang yang tidak berpenghuni dan keluar dari dunia menuju akhirat dalam keadaan putus asa dari segala sesuatu kecuali rahmat-Mu ya Allah."
Akhir sekali pemuda itu berkata: Ya Allah, janganlah Kau putuskan aku dari rahmat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa terhadap sesuatu." Seterlah berkata maka matilah pemuda itu.
Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, firmannya: "Pergilah kamu ke tanah lapang di sana ada seorang wali-Ku telah meninggal. Mandikan, kapankan dan sembahyangkanlah dia." Setiba di sana Nabi Musa mendapati yang mati itu adalah pemuda yang diusirnya dahulu. Lalu Nabi Musa berkata: "Ya Allah, bukankah dia ini pemuda fasik yang Engkau suruh aku usir dahulu." Allah berfirman: "Benar. Aku kasihan kepadanya disebabkan rintihan sakitnya dan berjauhan dari kaum keluarganya. Apabila seseorang yang tidak mempunyai saudara mati, maka semua penghuni langit dan bumi akan sama menangis kerana kasihan kepadanya. Oleh kerana itu bagaimana Aku tidak mengasihaninya sedangkan Aku adalah zat Yang Maha Penyayang di antara penyayang."